Bye Bye Dragons: Sebuah Obituari

Malam ini adalah malam pergantian tahun dan juga malam pergantian format dari Sep-Des 2013 ke Jan-Mar 2014. Itu berarti, ini adalah malam terakhir bagi Dragon Ruler untuk dapat melihat cahaya lagi. Mulai besok, mereka akan kehilangan hampir seluruh part-part yang membuatnya mampu menjadi penguasa meta selama dua format berturut-turut. Entah kenapa, aku ingin membuatkan sebuah obituari untuk mereka.

Bagiku, bermain Dragon Ruler benar-benar membuka mataku terhadap Deck Top Tier. Dulu aku selalu menganggap rendah orang-orang yang menggunakan Deck Top Tier, menganggap mereka sebagai duelist payah yang hanya bisa meng-copy decklist milik juara. Tapi setelah bermain Dragon Ruler, aku jadi sadar bahwa bermain deck Top Tier memiliki tantangan sendiri. Tantangan paling utama adalah extra pressure yang didapat dari dalam diri sendiri. Rasanya seperti ada yang mengatakan, "Kamu sudah menggunakan deck top tier, kamu akan sangat malu kalau sampai kalah." Kadang extra pressure seperti itu membuatku kehilangan kemampuan untuk berpikir lurus dan malah membuatku kalah. Tapi jika seorang duelist sudah mampu menghadapi extra pressure seperti itu, maka mereka akan menjadi duelist yang benar-benar tangguh. Bermain Dragon Ruler mengajarkanku hal-hal demikian.

Terlepas dari itu semua, Dragon Ruler telah diakui berkontribusi sangat besar dalam permainan Yugioh. Mereka telah merevolusi dan menjungkirbalikkan semua pemahaman kita terhadap strategi bermain Yugioh. Tiba-tiba, kemenangan sudah tidak lagi ditentukan oleh card advantage, melainkan oleh siapa yang bisa memposisikan diri lebih baik di dalam game. Permainan Yugioh menjadi seolah seperti duel antara koboi, dimana siapa yang berkedip duluan yang akan kalah. Bahkan Bonacini sendiri mengatakan bahwa Dragon Ruler telah membawa Yugioh ke jalan yang benar lagi. Semua ini jelas menandakan bahwa Dragon Ruler memang sesuatu yang sudah dinanti-nantikan oleh dunia Yugioh kompetitif.

Sayangnya, Dragon Ruler tidak mampu berkembang dengan baik di Indonesia. Dari tujuh GT yang diadakan, hanya dua yang berhasil dimenangkan oleh Dragon Ruler. Bahkan di Top 8 atau Top 16 sekalipun, Dragon Ruler hanya mampu mengambil paling banyak tiga slot. Kurasa memang satu-satunya alasan Dragon Ruler mampu berkuasa di Amerika adalah karena hampir semua orang memutuskan untuk menggunakannya. Di wilayah dimana hanya sedikit yang menggunakan, Dragon Ruler benar-benar tidak dapat tumbuh dengan sehat karena harus melihat Imperial Iron Wall dan Ophion di hampir seluruh matchup-nya. Kebalikan dari di Amerika, di sini Dragon Ruler-lah yang di-grind oleh Rogue Deck.

Dengan semua potensi yang sangat besar untuk belajar permainan Yugioh modern, orang-orang justru lebih memilih untuk mengatakan "fuck it off" dan lebih memilih menggunakan deck yang me-main hate card sampai enam lembar. Jujur aku tidak mengerti apa enaknya menang dengan hate card. Menang dengan hate card itu kan berarti bahwa kemenanganmu bukanlah disebabkan oleh kemampuan deckbuilding-mu ataupun strategi berduel-mu, melainkan disebabkan oleh kamu kebetulan menarik hate card yang tepat dan lawanmu tidak menarik MST atau Trap Stun untuk menghilangkan hate card tersebut. Memenangkan game dengan hate card adalah strategi yang paling degenerate, bahkan Samuel Pedigo yang memenangkan YCS Turin dengan me-main deck 10+ hate card pun menyesalinya. It's just not right.

Kurasa rant ini agak berlebihan, tapi kurasa aku hanya sedikit sedih karena Dragon Ruler tidak dapat berkembang dengan baik di Indonesia. Meski begitu, aku harus tetap melapangkan dada dan menerima bahwa yah, masa Dragon Ruler memang sudah habis.

So, Bye Bye Dragons, I'm gonna miss you :)

Para Naga pun pergi, meninggalkan fenomena alam yang tak terlukiskan oleh kata-kata



Comments

Popular Posts